Harga Perkiraan Sendiri
Sesuai
Peraturan Presiden Nomer 54 Tahun 2010 dan perubahannya ,pasal 66 ayat 1 PPK
menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk
Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti pembelian. Penyusunan HPS tentunya berkaitan dengan RUP yang
sudah dilakukan PA/KPA pada Penyusunan dan penetapan rencana penggangaran dan
pada pengkajian KAK. Didalam penyusunan Harga perkiraan sendiri, PPK harus mampu
memahami macam karakteristik HPS , mampu membedakan tingkat kerumitan dalam
penyusunan HPS . Selain itu sesuai Peraturan Presiden Nomer 54 Tahun 2010
dan perubahannya pasal 66 ayat 7 , PPK
dalam memperkirakan biaya HPS dikalkulasikan secara keahliaan dan berdasarkan
data yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Penyusunan HPS sering kali pada saat setelah dilakukan pemilihan , sering terjadi
Harga yang terlalu mahal dan harga terlalu murah. Penyusunan Harga HPS terlalu
mahal , akan menyebabkan output barang yang di butuhkan sesuai dengan
kebutuhan , namun disisi lain atau diindikasikan
menyebabkan keborosan anggaran dan merugikan keuangan Negara ( Markup ), dan Harga
yang terlalu murah, menyebabkan kegagalan pada saat pelelangan/pemilihan. Ini
sesuai pada pasal 83 Huruf f, Peraturan Presiden Nomer 54 Tahun 2010 dan
perubahannya “harga penawaran terendah terkoreksi untuk Kontrak Harga Satuan
dan Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan lebih tinggi dari HPS, dan pada huruf
g “seluruh harga penawaran yang masuk untuk Kontrak Lump Sum diatas HPS” Selain
itu harga harga yang digunakan PPK sebagai
dasar penyusunan HPS adalah masih data data harga yang lama. Hal ini sangat
tidak sesuai dengan pasal 66 ayat 4 huruf a ,HPS ditetapkan paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja
sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi
dan huruf b, paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir
pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya proses prakualifikasi untuk
pemilihan dengan prakualifikasi.
Penyusunan HPS seharusnya dimulai dengan pemahaman yang mendalam atas
output barang/jasa yang hendak diadakan. Atas dasar itu, maka dapat disusun
item pekerjaan atau langkah langkah yang diperlukan untuk mewujudkan
barang/jasa tersebut.
Bagi Pejabat Pembuat Komitmen sebagai pejabat yang menetapkan HPS ibarat makan buah simalakama, lebih mahal dari harga pasar berpotensi MARK-UP, lebih rendah atau sama dengan harga pasar berpotensi tidak ada yang berminat. Dampaknya adalah adanya gagal lelang dengan kata lain akan memperpanjang waktu pengadaan barang dan jasa.
Mengapa PPK menetapkan harga diatas harga pasar?. Berdasarkan pasal 66 ayat 8 Perpres 54 tahun 2010 , Perpres 70 tahun 2012, HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Kewajaran yang dimaksud ini tanpa dibatasi nilai tertentu sehingga bagi PPK tentu secara aturan tidak salah jika menambah nilai keuntungan dengan prosentase atau nominal tertentu.
Jika semata-mata untuk menambah nilai keuntungan bagi penyedia tentu ini alasan yang tidak tepat, tetapi harusnya penambahan nilai keuntungan lebih ditekankan untuk menambah minat penyedia barang dan jasa untuk berkompetisi dalam pengadaan barang/jasa.
Misalnya berdasarkan daftar harga yang di publikasikan oleh toko online bhinneka.com , harga komputer yang tertera untuk satu spesifikasi tertentu seharga Rp.12.000.000,-. Berdasarkan harga tersebut, apabila PPK yang bertugas pada satuan kerja berlokasi di jakarta, akan menyusun HPS untuk pengadaan 200 unit komputer, berapa nilai HPS yang akan ditetapkan?
Rumus sederhana untuk
menghitung HPS adalah
Harga satuan = analisa
harga + keuntungan wajar
HPS sebelom PPN = Harga
satuan x volume
HPS = HPS sebelom PPN +
(HPS sblm PPN x 10%)
Berdasarkan rumusan tersebut, penyusunan HPS harus
memperhitungkan komponen keuntungan wajar. Berapa batasan keuntungan yang
wajar? Tentu PPK menetapkan dengan pertimbangan menghindari markup dan
kurangnya minat penyedia. Definisi Mark-upadalah
perbedaan antara biaya untuk menyediakan produk atau jasa, dengan harga
jualnya. Tidak sama dengan marjin laba.
Pada dasarnya daftar
harga yang dipublikasikan oleh sumber informasi yang berasal dari toko tentu
sudah terdapat unsur keuntungan. Apabila dalam penyusunan HPS ditambah lagi
dengan keuntungan, berdasarkan definisi diatas, dapat masuk dalam kategori
markup.
Jika PPK menetapkan
nilai keuntungan yang wajar adalah 5% dari harga yang dipublikasikan,
berdasarkan contoh kasus diatas maka total HPS adalah :
Contoh :
Harga satuan = 12.000.000 +
(5%x12.000.000)
Harga satuan = 12.000.000 + 600.000
Harga satuan = 12.600.000,-
HPS sebelum PPN = 12.600.000 x 200 unit
HPS = 2.520.000.000
Dalam
komponen HPS terdapat nilai uang sebesar Rp.600.000,- x 200 = 120.000.000,-
sebagai nilai keuntungan disediakan untuk calon penyedia barang. Nah bagaimana cara
kita memandang nilai kewajaran, margin 5% atau total nilai tambahan keuntungan
Rp.120.000.000,-.
Bersalahkah PPK
Dalam batasan ini apakah PPK bersalah
dalam menetapkah HPS ? berdasarkan analisa saya, penetapan HPS tersebut
tidak salah, karena PPK juga harus mempertimbangkan minat dari calon penyedia
barang/jasa untuk mengikuti proses pelelangan. Tentu dengan asumsi bahwa dalam
proses pelelangan tidak terjadi adanya KKN antara para penyedia barang dan
jasa. Dengan kata lain terjadi persaingan yang sehat dan sempurna antar calon
penyedia barang dan jasa dalam mengajukan penawaran.
Apabila harga ditetapkan terlalu rendah
sehingga calon penyedia barang/jasa tidak berminat akan berdampak pada gagalnya
pelelangan. Tentu hal ini berdampak pada bertambahnya alokasi waktu untuk
pelelangan
Bisa bantu Mas, item apa saja yang bisa dijadikan biaya overhead untuk dimasukkan pada harga satuan bahan dan upah...?
BalasHapusTdk ada kewajiban ppk menghitung keuntungan selama harga sumber hps merupakan harga pasar dimana titik persaingan barang itu berada.... jika persaingan kebutuhan ada pada retail maka survey harga pasar retail sdh termasuk keuntungan maka ppk tdk perlu menghitung keuntungan... yg dilakukan adalah memutuskan referensi harga pasar yg mana yg akan diambil agar penyedia tertarik utk menawar referensi terendah, rata2 atau tertinggi.... menambahkan persentase tertentu tanpa dasar yg kuat dapat dikategorikan markup...
BalasHapus