Pemutusan
Kontrak, itulah salah satu langkah PPK di dalam masa pelaksanaan pekerjaan,
walaupun langkah tersebut tidak merta merupakan pilihan tepat bagi seorang PPK,
karena bisa saja langkah tersebut menjadi sebuah kelahiran permasalahan hukum
yang baru PPK terhadap keputusan yang dirasakan merugikan Penyedia. Namun
sebagai PPK harus memiliki dasar yang kuat dengan mengacu atas SSUK dan SSKK
yang sudah tertuang di dalam kontrak. Hal yang patut harus di ketahui, jika
kita berbicara kontrak , tentunya kita juga harus pokus kepada isi kontrak itu
sendiri, karena Kontrak sesuai pasal 1338 KUHPERDATA, adalah
merupakan Undang Undang bagi pembuatnya yang merupakan ikatan hukum bagi kedua
belah pihak yaitu PPK dan Penyedia. Maka dari itu sebelom memutuskan untuk pemutusan
kontrak, sewajib PPK membaca dulu kontrak yg merupakan Undang Undang yg
dibuatnya dan melihat kembali apakah ada perjanjian yang dilanggar.
Mengacu ke
SSUK kontrak pada B.6 Penghentian dan Pemutusan Kontrak point 42.3 berbunyi "1.1 Pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh pihak penyedia atau pihak PPK.
- Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan
kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan;
- Penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan,
tidak memulai pelaksanaan pekerjaan;
- atau penyedia dalam keadaan pailit.
Mengacu ke
SSUK kontrak pada B.6 Penghentian dan Pemutusan Kontrak point 43.1 berbunyi
- Apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal, maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan
ketentuan tentang kontrak kritis. ( sialakan di baca point2nya )
Sesuai klausul diatas, setidaknya PPK harus memenuhi
salah satu point diatas, angap saja sebuah contoh klausul bahwa penyedia laian
/ciderai janji. jika alasan nya tersebut, maka kewajiban PPK adalah memberi
bukti/dasar kepada Pnyedia dengan cara memberikan peringatan atas kelalaiannya
tersebut dengan perjanjian memberikan waktu sampai atas waktu yang telah
ditetapkan, dan bila waktu yang telah ditetapakan PPK, Penyedia tetap lalai
atas perjanjian tersebut, maka PPK sudah cukup mempunya kekuatan hukum untuk
memenuhi point pemutusan kontrak 42.3.
dalam hal pemutusan kontrak dengan dasar alasan
diatas, maka PPK selanjutnya mengacu ke point 42.6 yaitu proses pemutusan
kontrak terhadap kesalahan penyedia :
- Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
- Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh penyedia atau
Jaminan Uang Muka dicairkan;
- Penyedia membayar denda (apabila pelaksanaan
pekerjaannya terlambat); dan
- Penyedia dimasukkan ke dalam Daftar
Hitam.
Setelah point 42.6 diselesaikan, maka PPK selanjutnya
menetapkan tata cara pemilihan penyedia jasa terhadap sisa pekerjaan yang
tersisa pada pelaksanaan sebelomnya dengan mengacu kepasal 93 ayat 3 yaitu
"Dalam hal dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK
karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kelompok Kerja ULP dapat melakukan Penunjukan Langsung
kepada pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau
Penyedia Barang/Jasa yang mampu dan memenuhi syarat.
namun pasal ini banyak sekali yang memahaminya
multitafsir, yaitu seolah olah secara langsung melakukan penunjukan kepada
pemenang cadangan ( bila ada ) atau melakukan penunjukan langsung kepada
penyedia yang diangap mampu lainnya. Secara logika, jika dilakukan penunjukan
langsung kepada Pemenang cadangan, bagaimana dengan SPBJ nya? dan bagaimana
dengan nilai kontraknya? klu berbicara masalah SPBJ tentunya masa berlaku
penawaran pemenang cadangan harus masih tetap berlaku, belum lagi rincian sisa
pekrjaan yang masih belum jelas tertuang. Maka dari itu Penunjukan langsung
sesuai pasal 93 ayat 3 pepres 4 tahun 2015 adalah dilakukan secara
Proses penunjukan langsung
Nah jika
berbicara proses penunjukan langsung terhadap sisa pekerjaan tersebut, kembali
acuan nya ke lampiran Perka, yaitu PPK kembali lagi masuk kewilayah RPP (
rencana penetapan Pengadaan ) yaitu menyusun kembali kebijakan pengadaan,
kebijakan anggran dan KAK yang sama sama dikaji ulang bersama Pokja ULP untuk
setidaknya akan di tuangkan dalam dokumen pemilihan penunjukan langsung.
Pengkajian RPP tentunya membahas ulang kembali atas sisa perkerjaan yang masih
belom dilaksanakan. Setelah semuanya selesai, Penunjukan langsung secara
prakualifikasi di lakukan oleh Pokja ULP secara Manual dengan tahapan2 jadwal
sesuai Lampiran Perka 14/2012.
Nah demikian
tata cara dari pemutusan sampai dengan proses pemilihan penyedia selanjutanya,
semoga bermaanfaat
SALAM :HERIYANA
Mestinya mekanisme penunjukan langsung untuk melanjutkan pelaksanaan pekerjaan yang telah diputus kontraknya, diatur lebih teknis lagi oleh pwraturan tersendiri agar tidak menimbulkan persoalan baru.
BalasHapusMestinya mekanisme penunjukan langsung untuk melanjutkan pelaksanaan pekerjaan yang telah diputus kontraknya, diatur lebih teknis lagi oleh pwraturan tersendiri agar tidak menimbulkan persoalan baru.
BalasHapusbener pak,,,Pepres 4 hanya memberi kemudahan untuk prosesnya namun secara juknis masih mengacu ke lampiran perka 12/2014. thx masukannya
BalasHapusBerarti dilakukan secara Prakualifikasi bukan Pascakualifikasi ya Pak?..
BalasHapusDalam rangka percepatan agar tdk perlu prakualifikasi lagi undang langsung cadangan atau penyedia terdekat yg sdh pernah melaksanakan pekerjaan sejenis utk menyampaikan penawaran...
BalasHapusakan meminimalkan perdebatan apabila kondisi ini dimasukkan sbg salah satu kriteria Penunjukan Langsung Darurat. Darurat harus dipahami bukan semata2 bencana, tapi darurat yg menganggu pelayanan publik atau mengganggu proses bisnis di lingkungan instansi bersangkutan.
BalasHapusmungkin masuk kepasal 91 ya pak...TIDAK TERBATAS
BalasHapus